Ramadhan, Masihkah Kau Berarti ?

oleh: Ustad Ahmad Tonarih Al Atsari

Ramadhan kini telah [hampir] tiba, semua orang menyambut gembira dan penuh ceria. Bukan hanya kita umat beragama, bahkan mereka yang beda agama, wabil khusus mereka para pebisnis. Mereka semua gembira!!! Yah semua bergembira meskipun motif mereka berbeda-beda. Ada yang bergembira dengan sebab bertabur pahala dan ada pula yang bergembira dengan sebab berlimpahnya keuntungan dunia. Ini adalah rahmatan lil’alamin. Namun masalahnya, esensi shaum Ramadhan  menjadi samar. Ibadahkah dia atau adat ? Ini yang ingin penulis paparkan supaya setiap kita kaum muslimin tidak salah dalam memahami dan menginterpretasikan esensi shaum ramadhan.

 

BERGEMBIRA MENYAMBUT BULAN SUCI RAMADHAN MERUPAKAN IBADAH

          Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Bulan Ramadhan telah mendatangi kalian, dia bulan penuh berkah yang Allah telah mewajibkan kalian untuk berpuasa di bulan itu, pintu-pintu langit dibuka, pintu-pintu neraka jahim ditutup, dan setan-setan jahat pun dibelenggu. Di bulan itu Allah mempunyai satu malam yang lebih baik dari ibadah seribu bulan, Barang siapa yang diharamkan untuk meraih kebaikan malam itu, maka dia telah diharamkan (dari kebaikan ibadah seribu bulan). “(Hadits Shahih Riwayat Nasa’i dan Baihaqi, baca : Shohihut Targhib : 985).

          Al Imam Al Hafidzh Ibnu Rojab Al Hambali Rahimahullah berkata: Hadits ini merupakan prinsip dasar tentang syariat tentang ucapan selamat dengan kedatangan bulan Ramadhan. Bagaimana seorang mukmin tidak bergembira dengan dibukakannya pintu-pintu surga ?! Bagaimana seorang yang berakal lagi cerdas tidak bergembira dengan waktu dibelenggunya setan-setan jahat ?!

Mu’alla bin Fadhl Rahimahullah berkata:

“Mereka, para ulama salaf berdo’a kepada Allah selama enam bulan supaya dipertemukan dengan bulan suci Ramadhan, kemudian mereka berdo’a kepada Allah selama enam bulan setelahnya supaya  ibadah Ramadhan mereka diterima.”

Hadist dan dua penjelasan ulama di atas merupakan bukti kegembiraan orang-orang terdahulu (generasi salaf) dalam menyambut kedatangan bulan suci Ramadhan. Oleh sebab itulah Rasulullah  Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun telah mengajarkan dua do’a berkenaan dengan hal itu.

pertama: dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari sahabat Nabi Ubadah bin Shomit Radhiallahu anhu, beliau berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengajarkan kepada kami kata-kata (do’a) ini apabila datang bulan suci Ramadhan: “Allahumma Sallimni lii romadhoona wa sallim romadhoona lii  wa tasallam hu minni mutaqobbalallahu (Ya Allah! selamatkanlah aku untuk bertemu bulan Ramadhan dan selamatkanlah Ramadhan untuk bertemu denganku dan terimalah dia (Ramadhan) dariku sebagai amalan yang diterima).” (Hadits Hasan riwayat Thobroni di dalam Ad-Du’a dan Dailami. Sanadnya Hasan, Baca: Kanzul Ummat Hadits nomor 240277).

Kedua : Do’a ketika melihat hilal bulan Ramadhan dan yang lainnya. Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: Ucapkanlah oleh kalian: Allahu Akbar!  Allahumma Ahillahu ‘alainaa bil amni wal iimaani was salamaati wal islaami wat taufiqi limaa tuhibbu wa tardhoo,  Robbi wa Robbuka Allaahu (Allah Maha Besar ! Ya Allah tampakanlah hilal bulan atas kami dengan membawa rasa aman dan iman, keselamatan dan keislaman serta taufiq bagi apa saja yang engkau yang engkau cintai dan ridhoi. Robbku dan Robbmu adalah Allah)”. (Hadits Shahih Riwayat Tirmidzi dan Darimi. Dishahihkan oleh Ibnu Hibban).

Dalil – dalil di atas merupakan bukti yang sangat jelas dan gamblang bahwa menyambut kedatangan bulan suci Ramadhan adalah ibadah. Oleh karena itu tentu saja cara-caranya pun harus benar. Insya Allah do’a – do’a yang telah dipaparkan merupakan solusi atas kebingungan umat tentang do’a apa saja yang di syariatkan untuk menyambut kedatangan bulan yang penuh berkah tersebut.

KIAT SUKSES UNTUK MENGHADAPI BULAN SUCI RAMADHAN

          Terlalu banyak kalau harus dipaparkan semua, namun yang jelas apa saja yang akan di paparkan disini -Insya Allah- yang paling bermanfaat bagi kita saat ini.  Ada lima kiat sukses menghadapi bulan ramadhan.

Pertama, bergembiralah dalam menyambut kedatangannya. Sebenarnya untuk point ini uraian di atas telah mencukupi, namun di sini perlu tambahan sedemikian agar faedahnya lebih lengkap dan sempurna. Ketika dijelaskan tentang disukai memuji dan bersyukur kepada Allah atas datangnya bulan suci Ramadhan. Imam Nawawi dalam kitabnya “Al Adzkar “ berkata:

“Ketahuilah disukai bagi siapa saja yang baru mendapatkan nikmat secara nyata akan terlindungi dari marabahaya secara nyata agar bersujud sebagai tanda bersyukur kepada Allah Ta’ala atas menyanjungnya”.

Karena datangnya bulan suci Ramadhan merupakan nikmat, maka sujud syukur karenanya sesuatu yang disukai menurut Imam Nawawi Rahimahullah.

Kedua, Luruskan niat kita ketika menyambut bulan Suci Ramadhan.

Karena niat yang benar alias ikhlas semata – mata karena Allah merupakan kunci utama dalam meraih sukses meraup pahala yang besar disisi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Di dalam kitab Shahih Bukhari telah dicantumkan tiga redaksi amalan – amalan dengan motif yang sama. Rasulullah bersabda: “Barangsiapa yang beribadah di bulan Ramadhan karena iman dan ingin mendapatkan pahala maka diampuni baginya dosa yang telah lalu” dan “ Barangsiapa beribadah di malam kemuliaan (Lailatul Qodar) karena iman dan ingin mendapakatkan pahala maka diampuni baginya dosa yang telah lalu”. (Mungkin yang ketiga dari hadits yang beliau maksud adalah dengan lafal: Barangsiapa berpuasa….dst, _adm)

Perhatikan tiga hadits dalam kitab Shahih Bukhari di atas semua bermotifkan iman dan ingin mendapatkan pahala disisi Allah ‘Azza Wa Jalla, maka dia akan mendapatkan ampunan dosanya yang telah lalu. Oleh sebab itulah Imam Ibnu Rojab Al Hambali Rahimahullah berkata: “Apabila gejolak nafsu sangat hebat terhadap sesuatu yang disukainya disertai mampu untuk meraihnya namun dia meninggalkannya karena Allah pada tempat yang tidak ada yang tahu kecuali Allah maka hal itu merupakan bukti benarnya keimanan seseorang”.

Ini merupakan gambaran niat yang benar yang harus kita miliki dalam menyambut bulan suci Ramadhan.

Ketiga, Tanamkan dalam diri kita bahwa bulan suci Ramadhan adalah bulan pengampunan.

Oleh karena itu hendaknya setiap diri kita menghisab diri sendiri. Imam Hasan Al Bashri Rahimahullah berkata:

“Sesungguhnya seorang hamba senantiasa dalam kebaikan selama dia selalu menasehati dirinya sendiri (untuk,_adm) semangat dalam muhasabah (Instrosfeksi diri)”.

Keempat, Sambutlah bulan suci Ramadhan dengan yang kuat lagi benar untuk membuka lembaran baru.

Jangalah kita menjadikan hati – hati kita selama di bulan suci Ramadhan seperti hari – hari biasanya, justru kita harus berbeda dan lebih giat dari hari – hari biasanya.

Jabir bin Abdullah Radiallahu anhu berkata:

“Apabila engkau shaum maka shaumlah pendengaran, penglihatan dan lidahmu dari berbuat dusta dan perkara – perkara yang diharamkan. tinggalkan mengganggu tetangga, jadikan ketenangan atas dirimu dan ketentraman dari puasamu dan janganlah kamu menjadikan dari puasamu dan hari berbukamu sama saja”.

Ambil hikmah dari sabda – sabda Nabi yang mulia berikut ini:

“Bukanlah puasa semata-mata menahan makan dan minum, puasa itu hanyalah menahan diri dari kesia-siaan (laghwun) dan berkata-kata yang jorok (Rofats). Lalu jika seseorang mencelamu atau berpura-pura bodoh maka katakan: Sesungguhnya aku sedang berpuasa !! Sesungguhnya aku sedang berpusa!! (Hadits Shahih Riwayat Khuzaimah dan Hakim, baca: Shahihut Targhib: 1068)

“Banyak orang yang shaum (puasa) hanya mendapatkan bagian lapar dan hausnya saja. Begitu pula terhadap orang yang shalat malam hanya mendapatkan bagian begadangnya saja.” (Hadits Riwayat Thobroni, baca: Shahihut Targhib: 1070)

Imam Hasan Al Bashri Rahimahullah berkata:

“Sesunggunguhnya Allah telah menjadikan bulan Ramadhan sebagai sesuatu yang tersembunyi bagi makhluknya yang berlomba-lomba di bulan tersebut dengan taat untuk meraih ridhoNya. Lalu satu kaum berlomba-lomba maka beruntunglah mereka. Sedangkan yang lainya terlambat maka mereka merugi. Yang aneh, masih ada orang yang bermain-main lagi tertawa-tawa pada hari dimana orang-orang yang berbuat kebaikan meraih keuntungan dan orang-orang yang berbuat kebatilan mendapatkan kerugian.”

Kelima, Jadilah anda termasuk golongan orang-orang yang terbebas dari api neraka dengan sebab beribadah dengan sungguh-sungguh di bulan suci Ramadhan.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Pada setiap kali berbuka, Allah mempunyai orang-orang yang dibebaskan dari api neraka.”

(Hadits Shahih Riwayat Ahmad dan Thobroni, baca: Shahih At-Targhib: 987).

Ibnu Mas’ud Radiallahu Anhu Apabila Ramadhan telah berakhir, Ia berkata: “Siapa orang ini yang diterima diantara kami, maka kami mengucapkan selamat kepadanya dan barangsiapa yang tidak di terima di antara kami maka kami berta’ziah (menjenguknya).”

Luar biasa pekataan Abullah bi Mas’ud Radiallahu Anhu ini. Orang yang sukses di bulan Ramadhan maka kita ucapkan selamat kepadanya sedangkan kepada orang yang gagal di bulan Ramadhan maka kita dianjurkan untuk menengoknya (Ta’ziah). Karena orang yang gagal meraih keberkahan Ramadhan termasuk orang yang terkena musibah yang layak untuk dijenguk.

 

BAHAYA TIDAK PEDULI DAN TIDAK MEMPERHATIKAN BULAN SUCI RAMADHAN

          Yang dimaksud adalah kita tidak boleh cuek dan tidak perhatian terhadap syariat-syariat Allah selama di bulan suci Ramadhan. Kesungguhan kita beribadah di bulan tersebut merupakan keharusan, mengabaikannya merupakan kebinasaan.

Sebagaimana yang telah kita ketahui shaum di bulan Ramadhan merupakan rukun Islam yang keempat, mengabaikannya berarti mengabaikan salah satu rukun islam.

Abu Umamah Radiallahu Anhu berkata: Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda: “Ketika aku tertidur, tiba – tiba dua orang laki-laki mendatangiku, lalu keduanya memegang tanganku dan membawaku ke atas gunung yang terjal, lalu keduanya berkata: Naiklah!  Aku menjawab: Aku tidak mampu, keduanya berkata: Kami akan memudahkannya bagimu. Maka (kata Rasul) akupun naik sehingga ketika aku berada di bagian hitam suatu gunung tiba-tiba mendengar suara-suara yang keras, lalu aku berkata: Suara-suara apakah ini ?  maka berkata: Ini adalah jeritan ahli Neraka, kemudian diapun membawaku, ternyata aku berada pada satu kaum yang leher-leher mereka tergantung, tulang-tulang rahangnya pecah serta mengalirkan darah,  kata Nabi: Aku berkata: Siapakah mereka ini? dijawab: Mereka adalah orang-orang yang berbuka puasa sebelum waktunya. (Hadits Shahih Riwayat Nasa’i di dalam Sunan Kubro (2/246), Ibnu Hibban, Hakim (1/43) dan Baihaqi (4//216). Lihat: Shahihut Targhib (1/9492).

Imam Adz-Dzahabi Rahimahullah telah memasukkannya kedalam dosa besar, (baca Alkabair hal 64), beliau berkata: Dosa besar yang kesepuluh: Berbuka puasa Ramadhan dengan tanpa udzur dan rukshah.

Imam Al Qoffal Rahimahullah berkata:

“Barangsiapa yang berbuka puasa di bulan Ramadhan bukan karena jima dan tidak ada udzur maka wajib atasnya qodho dan tetap puasa dari waktu siang yang tersisa serta tidak ada khafarat atasnya. Wajib atas penguasa menta’zisnya (mengeluarkannya dengan tuduhan yang keras). Demikian pendapat imam Ahmad dan Dawud.” (baca: Hiliatul ‘Ulama (3/198)).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Rahimahullahu berkata di dalam Al Ikhtiyaarootul Fiqhiyyah hal: 109: “Tidak ada qodho bagi orang yang membatalkan puasa dan shalat dengan tanpa udzur dan tidak sah darinya.”

Syaikh Abdullah bin Shalih Al Fauzan Hafidzullah di dalam Ahaaditsu Siyaam hal 57:

Wajib atas  orang yang melakukan maksiat yang besar  supaya bertaubat kepada Allah Ta’ala dan berpuasa serta takut akan siksa Allah. Karena sesungguhnya berbuka sebelum waktunya di bulan Ramadhan adalah dalil atas rusaknya hati, jeleknya tabi’at dan meremehkan syara’ (baca: Majalisu Romdhoniah hal: 38).

Cukup rasanya dalil-dalil di atas untuk menegaskan bahayanya orang  yang menyengaja berbuka puasa di bulan Ramadhan sebelum waktunya. Bisa kita bayangkan, bagaimana hukum orang yang tidak berpuasa sebulan penuh, bahkan yang lebih berdosa lagi adalah apabila orang tersebut ketika berbuka tetapi dengan tidak adanya rasa malu, dia makan dan minum dengan terang-terangan dan disertai kesombongan.

Wal ‘iyadzu billah!

MENGAPA MEREKA PARA SHALAFUSH SHALIH MENANGIS DI BULAN RAMADHAN, SEDANGKAN KITA TIDAK?

          Ini adalah uraian terakhir dalam tulisan ini, tujuannya menyempurnakan arti bulan suci Ramadhan bagi kita semua. Bukankah Allah ‘Azza Wa Jalla telah menerangkan wajibnya puasa Ramadhan di dalam Q.S. Al Baqarah: 185 dan wajibnya puasa sebelum puasa Ramadhan di dalam Q.S. Al Baqarah: 183 ? Dan target akhir dari ibadah puasa adalah mencetak orang – orang yang bertaqwa. Imam Qusyairi Rahimahullahu berkata: “Taqwa adalah kumpulan kebaikan-kebaikan, dan hakekat taqwa adalah memelihara diri dari siksa Allah dengan taat kepada Allah Azza Wa Jalla. Layak memang bulan suci Ramadhan sebagai sarana untuk menjadikan setiap pribadi kita menjadi orang-orang yang bertaqwa karena di bulan ini penuh dengan kebaikan dan bertabur pahala.

Namun yang menjadi masalah adalah mengapa orang – orang terdahulu dari generasi Shalafush Shalih mampu mengumpulkan kebaikan sebanyak-banyaknya, sedangkan kita tidak? Mengapa mereka mampu menyesal dan menangis bahkan berlinang air mata ketika tidak merasa sukses dalam ibadah puasa mereka di bulan Ramadhan sedangkan kita tidak? Bahkan biasa-biasa saja, atau mungkin senyum-senyum saja dengan tanpa merasa merugi, menyesal dan menangis apalagi harus banjir air mata? Betapa jauh berbeda perhatian kita dengan mereka? Semua adalah karena mereka itu generasi terbaik yang mampu mengaplikasikan ilmu, amal dan dakwahnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam.

Syaikh Ibrahim bin Hamd Hafidzahullah berkata: “Ada enam kiat supaya kita dapat menangis sebagaimana para Shalafush Shalih menangis di bulan Ramadhan”:

 

Pertama, Bertaubat kepada Allah dan beristigfar kepada Allah dengan hati dan lisannya.

Kedua, Tinggalkan maksiat dan waspada darinya baik yang kecil maupun yang besar, yang tampak maupun tersembunyi, karena maksiat merupakan penyakit kronis yang menular yang akan menutupi hati dari mendekatkan diri kita kepada Allah Subhanahu Wata‘ala.

Ketiga, Mendekatkan diri kepada Allah dengan bermacam-macam ketaatan.

Keempat, Senantiasa memngingat akhirat.

Kelima, Mengetahui ilmu tentang Allah, nama-naman-Nya yang baik (Asma’ul Husna), pensifatannya dan syariatNya.

Keenam, Perbanyaklah membaca hal ihwal orang-orang shalih dan meneladani mereka.

Demikian uraian mutiara Kitabullah, Sunnah Rasul dan Atsar Shalafush Shalih menerangkan tentang pentingnya bulan suci Ramadhan. Kita yakin bulan suci Ramadhan tetap berarti bagi kita dan kita tidak peduli sekalipun semua orang menyatakan sebaliknya, Wallahu Musta’an.

About Cipto Abu Yahya

Saya hanyalah pedagang ukm yang tidak tertarik untuk dikenal oleh orang banyak. Tapi manfaat yang bisa saya usahakan, diharapkan dapat dirasakan oleh banyak orang..

1 responses to “Ramadhan, Masihkah Kau Berarti ?”

Apa Komentar Anda?